bisnis online 2011

Selasa, 13 September 2011

cara menambah tinggi badan secara alami

Tips Meninggikan Badan Secara Alami
Wednesday,14-9-2011

Tips cara meninggikan badan. Seperti yang kita ketahui bahwa masa pertumbuhan manusia yang paling produktif cuma sampe umur 18 tahun, setelah masa itu masa pertumbuhan perlahan mulai berkurang sampai umur 25 tahun. Selain karena faktor usia hormon pertumbuhan juga bisa berhenti sebelum waktunya karena faktor stres dalam kehidupannya (sekolah, tempat kerja, rumah tangga dll).

Faktor lainnya lagi adalah masalah kebiasaan yang tidak sehat seperti diet yang berlebihan, posisi tidur yang tidak baik, olahraga yang salah, postur badan yang tidak semestinya (cacat). Dengan demikian, untuk bertambah tinggi anda harus menghindari faktor-faktor tersebut : harus memiliki nutrisi yang cukup, tidur yang cukup dengan posisi yang baik

Berikut beberapa tips cara meninggikan badan secara alami yang bisa anda coba.

1. Makan makanan yang bergizi
2. Minum susu & multivitamin
3. olahraga renang, skipping, kalo mau maksimal angkat badan kamu pake tangan sesering mungkin.

Tips Lainnya:


1. Cukup tidur

Tidur siang terbukti menambah tinggi badan. Itu dikarenakan saat kita tidur siang hormon pertumbuhan(Growth Hormone) lebih aktif bekerja. Tidur siang yg nyenyak jg memberikan rasa rileks pada tubuh. Ini dapat mengurangi stres, terhindar dari penyakit jantung dan memperpanjang umur. Beberapa penelitian jg menyebutkan bahwa tidur siang mampu meningkatkan produktivitas, kreativitas dan kemampuan para pekerja. Lama waktu tidur siang yg baik adalah sekitar 15 menit sampai 1 jam. Sedangkan tidur malam minim 6 jam sampai 8 jam. Dan tentu saja tidur malam lebih penting dan sebaiknya selalu teratur serta cukup.

2. Memposisikan tubuh lurus terlentang saat tidur.

Nah, selain bisa menambah tinggi badan, posisi demikina juga bisa bangetngebantu supaya anggota tubuh kita lurus sehingga tampil semampai.

3. Konsumsi makan dan minum yg mengandung protein & kalsium tinggi

Makanan dan minuman yg banyak mengandung protein dan kalsium tinggi jg dapat meninggikan badan. Terutama susu yg memiliki kandungan gizi yg sangat lengkap termasuk kalsium. Dan sebaiknya minum susu saat akan tidur malam karena penyerapan gizi lebih optimal di waktu tidur malam.

4. Olahraga teratur

Olahraga juga penting bagi pertumbuhan. Renang dan basket adalah olahraga yang efektif menambah tinggi badan. Kalaupun anda terlalu sibuk dan tidak bisa melakukannya, coba untuk tiap hari melompat sebanyak 10x. Lebih baik lagi memasang target untuk dilampaui. Jadi, semisal anda punya lemari yang tinggi. Nah, usahakan terus melompat melebihi lemari itu. Memang butuh waktu berbulan-bulan tapi anda jangan putus asa, karena hasilnya akan sepadan. Tidak harus lemari, gunakan garis atau apapun sebagai target yang tidak bisa anda jangkau.

5. Jangan membiasakan diri berposisi bungkuk

Ada kebiasaan-kebiasaan yang sebenarnya salah bagi kesehatan. Posisi duduk dan berdiri bungkuk dapat menghambat pertumbuhan. Apalagi tidur di atas meja saat belajar atau bekerja.

(dikutip dr :http://zebhi-adventure.blogspot.com/2008/10/tips-menambah-tinggi-badan-secara-alami.html

Rabu, 07 September 2011

CAHAYA WUDHU

Ditulis Oleh: Munzir Almusawa
Monday, 14 February 2011
Cahaya Wudhu
Senin, 07 Februari 2011



قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ أُمَّتِيْ يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوْءِ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

( رواه البخاري )

“Sungguh ummatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhu'nya, maka barangsiapa yang mampu melebihkan panjang sinar pada tubuhnya, maka lakukanlah.” ( Shahih Al Bukhari )

Sebelum saya melanjutkan tausiah, ada pertanyaan mengapa hadits ini harus dibaca dulu bersama-sama?, tidak harus dibaca namun (maksud kita) hanya dengan niat mengambil barakah. Sebagaimana ta’lim (pembelajaran) itu ada 3 macam, yang pertama adalah belajar dengan membaca buku, yang kedua adalah belajar dengan guru, dan yang ketiga adalah ta’lim (belajar) dengan cara talaqqi. Seperti yang kita fahami bahwa belajar dengan buku tanpa guru bisa jadi kesalahannya lebih banyak daripada ta’lim dengan guru langsung, namun belajar langsung kepada guru pun terkadang salah faham juga atas apa-apa yang disampaikan oleh gurunya. Dan yang paling utama adalah belajar dengan cara talaqqi, talaqqi adalah ucapan langsung dari gurunya kemudian diucapkan lagi oleh muridnya. Dan Ulama’ masa kini menggunakan ketiganya, jadi kitab atau bukunya ada, syarah guru serta talaqqinya juga ada. Bahkan kitab-kitab seperti Shahih Al Bukhari dan terjemahannya sangat mudah kita dapatkan. Namun ta’lim yang paling utama adalah Talaqqi karena inilah yang disebut dengan sanad keguruan, dimana seorang guru belajar langsung kepada gurunya sehingga bersambung kepada Al Imam Bukhari dan sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah kita membaca hadits tadi dan acara selesai maka selesailah pembacaannya namun ruh kita terus bersambung kepada Al Imam Al Bukhari sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Cahaya Allah subhanahu wata’ala yang menerangi kita dengan rahmat-Nya, gelombang rahmat-Nya terus mencari tempat-tempat yang pantas dijadikan tempat untuk bergabung, seperti gelombang-gelombang yang muncul, banjir, atau tsunami kesemuanya mengarah ke tempat yang lebih rendah, maka majelis-majelis dzikir dan majelis-majelis ta’lim itu adalah tempat mengarahnya para malaikat pembawa rahmat, namun yang paling banyak mendapatkan bagian rahmat adalah orang yang paling rendah hati dan tidak menyombongkan diri, tidak riya’ namun dia merasa bahwa dirinya adalah orang yang paling banyak dosa dan bersyukur karena telah diizinkan oleh Allah untuk duduk di majelis itu, maka orang yang seperti itu akan dimuliakan oleh Allah.

مَنْ تَوَاضَعَ ِللهِ رَفَعَهُ اللهُ

“ Barangsiapa yang merendahkan hati karena Allah, maka Allah mengangkat (derajat)-nya.”

Maka mereka itulah genangan rahmat Allah, kita berkumpul di majelis ini dari tumpahruahnya rahmat Ilahi mengenai semua yang hadir, lalu sedikit demi sedikit genangan rahmat itu akan mengarah kepada yang paling rendah hati dan tawadhu’, dalam hatinya tidak ada rasa sombong. Inilah medan untuk mencapai rahmat Ilahi, dan dimanapun rahmat Allah itu bertebaran bahkan melebihi padatnya udara yang ada di muka bumi karena udara adalah bagian dari rahmat Allah, dan melebihi lautan karena lautan adalah bagian dari rahmat Allah, dan melebihi debu yang ada dipermukaan bumi dan terpendam di dalam bumi karena kesemuanya adalah bagian dari rahmat Allah. Kehidupan, kematian, alam barzakh dan hari kiamat adalah merupakan bagian dari rahmat Allah, bahkan orang yang di neraka sekalipun masih mendapatkan rahmat Allah, dari mana? Yaitu dari syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah munculkan rahmat-Nya di neraka berupa syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam selama mereka meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah. Jika di neraka saja rahmat Allah masih terus ada dan tidak bisa terputus maka terlebih lagi untuk kita yang masih hidup di dunia, yang masih akan melewati fase sakaratul maut, alam kubur, barzakh dan hari kiamat, masih tersisa 3 fase di hadapan kita dimana zaman yang masih akan kita lewati yang kesemuanya itu penuh dengan rahmat Allah subhanahu wata’ala yang masih akan kita dapatkan, dan semakin banyak kita mendoakan kaum muslimin lainnya maka semakin banyak pula bagian rahmat yang akan kita dapatkan dari doa-doa kita untuk orang muslim lainnya, dengan doa seperti :

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ

“ Wahai Allah ampunilah (dosa) ku, dan semua orang muslim laki-laki dan muslim perempuan ”

Maka dari doa itu kesemua muslimin muslimat termasuk dalam doanya, terlebih lagi jika dia hadirkan hatinya dalam mendoakan kaum muslimin, dengan mendoakan yang hidup atau yang telah wafat, yang hidup semoga semakin diluaskan rizkinya, yang telah wafat semoga dijauhkan dari siksa kubur, yang terkena bencana alam semoga diberi kesabaran, yang dalam kesusahan semoga diberi kemudahan, yang kaya raya semoga diberi hidayah dan mau mnegeluarkan hartanya untuk fakir miskin, dan yang terjebak dalam kerusakan aqidah semoga diberi hidayah, semakin dalam doa kita untuk mereka maka semakin besar anugerah Allah untuk kita, dan hal itu tidak bisa diamalkan kecuali oleh orang-orang yang dicintai Allah, karena jiwa yang seperti itu sejiwa dengan jiwa sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang selalu memikirkan keadaan ummatnya. Bahkan ketika beliau akan wafat yang dipanggil adalah “ummatku, ummatku”, dan ketika beliau dibangkitkan pertama kali yang disebut adalah “ummatku, ummatku”, demikian keadaan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan mengenai sebagian kaum yang belum mau beriman dan belum mau taat kepada Allah, bahkan selalu ingin berbuat kemaksiatan dan kemungkaran saja, maka Allah telah menjelaskan kepada kita dalam masalah ini yaitu untuk tidak memusuhi mereka dan tidak terlalu memaksa mereka untuk beriman dan taat kepada Allah, karena mereka masih belum diberi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman-Nya :

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

(يونس : 99 )

“ Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” ( QS. Yunus : 99 )

Jika Allah menghendaki maka tidak akan ada lagi orang yang bermaksiat, semuanya akan Allah beri hidayah, jika Allah berkehendak maka Allah mampu melakukannya. Maka Allah bertanya kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam : “apakah engkau membenci manusia yang belum beriman, sampai ia beriman? Dan terkadang kita tidak berlaku sopan dan baik kepada orang yang bermaksiat sampai ia beriman. Hal ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada saudara saudari kita yang belum mendapatkan hidayah adalah sesuatu yang terpuji dan dianjurkan, dan membenci mereka adalah hal yang dilarang Allah , karena jika Allah mau maka semua manusia akan diberi hidayah oleh Allah subhanahu wata’ala. Teguran langsung dari Allah ini adalah tuntunan Ilahi agar kita senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik yang beriman atau tidak. Namun tentunya ada perbedaannya juga cara memperlakukan antara orang yang beriman dan yang tidak beriman, antara orang yang shalih, antara orang tua atau kakak dan adik kita, antara ulama’ guru-guru dan para shalihin, masing-masing punya cara. Kelakuan kita dengan orang tua kita yang muslim atau yang non muslim pun harus tetap berbuat baik kepadanya. Sebagaimana diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari dan riwayat lainnya dimana salah seorang wanita bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia berkata : “ ibuku datang kepadaku dalam keadaan musyrikah ( dari golongan kuffar quraisy dan belum masuk Islam) apakah aku harus menyambutnya?”, maka rasulullah berkata : “iya, jika dia datang sambut dan jamulah dia”. Demikian budi pekerti kerukunan antar ummat beragama yang perlu kita perhatikan. Ada habl minannaas ( hubungan dengan manusia) dan ada habl minallah (hubungan dengan Allah), selanjutnya kita mengarah pada hubungan kita dengan Allah. Hadits yang telah kita baca tadi :

إِنَّ أُمَّتِيْ يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِيْنَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوْءِ

“Sungguh ummatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhu'nya”

Dalam hadits ini Al Imam Ibn Hajar berpendapat bahwa terdapat 2 hadits, hadits yang diatas adalah hadits yang pertama dan hadits berikut adalah hadits yang kedua:

فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيْلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

“ Maka barangsiapa yang mampu melebihkan panjang sinar pada tubuhnya maka lakukanlah.”

Jadi kalau kita berwudhu, batas wajah adalah lebarnya dari telinga kanan sampai ke telinga kiri dan panjangnya dari tempat tumbuh rambut kira-kira satu telunjuk dari tempat tumbuhnya alis hingga ke dagu. Dan jika ingin mendapatkan kemuliaan yang ada dalam hadits tadi maka lebihkan sedikit ketika membasuh anggota wudhu’. Maka ketika membasuh muka dilebihkan hingga sampai ke rambut dan ke leher, jika membasuh tangan maka dilebihkan hingga ke atas siku, dan membasuh kaki dilebihkan hingga ke tengah betis, begitu juga dengan anggota wudhu yang lainnya. Dan menurut Al Imam Ibn Hajar hadits ini terdapat 2 makna, yang pertama bahwa yang dimaksud “ghurran muhajjilin” orang yang dibangkitkan dengan wajah yang terang benderang di hari kiamat adalah yang melebihkan air dalam membasuh anggota wudhu, namun menurut pendapat yang kedua bahwa yang dimaksud adalah orang yang memperbanyak wudhu. Jadi semakin banyak berwudhu’ maka semakin indah dan cerah wajahnya di hari kiamat karena cahaya Allah. Wudhu adalah make up yang tidak akan hilang, karena cahaya wudhu itu tidak sirna di alam kubur, tidak pula sirna di barzakh atau di hari kiamat. Make up dan kosmetik yang lain akan hilang jika terkena air , maka make up wudhu lah yang paling agung. Maka jika ingin memiliki wajah yang cerah dan sejuk dipandang perbanyaklah berwudhu namun jangan diniatkan untuk memperindah wajah namun karena untuk mengikuti sunnah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Orang yang terbiasa berwudhu kemudian dia tidak berwudhu maka orang yang biasa melihatnya akan merasakan perbedaan ketika melihat wajahnya. Dikatakan bahwa Al Arif billah jika mereka keluar rumah tanpa berwudhu maka seakan-akan mereka keluar rumah tanpa pakaian, karena orang yang berwudhu itu dijaga daripada hal-hal yang membahayakan seperti sihir, sifat sedih,sifat benci, sifat iri dan lainnya . Semoga wajah kita cerah dan terang benderang di hari kiamat dengan cahaya wudhu, sebagaimana hadits nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah kita baca tadi, amin.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Kita merenungi hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dimana ketika beliau di Madinah Al Munawwarah didatangi oleh seorang sahabat dari kalangan Anshar dan berkata : “wahai Rasulullah, onta merah kami mengamuk dengan sangat beringasnya”, onta merah adalah onta yang terbesar di Madinah Al Munawwarah. Maka rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “bawa aku padanya”, kemudian rasulullah meminta dibukakan pintu jebakan itu, maka para sahabat berkata : “wahai rasulullah onta itu sedang sangat beringas” maka rasulullah berkata : “ segala sesuatu yang ada di langit dan bumi mengenal dan mengetahui bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali pendosa dari golongan jin dan manusia maka mereka tidak mengenal aku”. Wahai Rasulullah, kami adalah pendosa dan hati kami terguncang mendengar hadits ini, awalnya kami gembira bahwa engkau dikenal seluruh makhluk di langit dan bumi, namun kalimat terakhir “kecuali pendosa dari golongan jin dan manusia maka mereka tidak mengenalku”, apakah kami tidak mengenalmu wahai rasulullah?!. Wahai Allah kami semua hadir untuk berdzikir dan bershalawat, maka jangan sisakan satu pun dari kami kecuali kesemuanya telah dikenali oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengenal beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadirin hadirat, perbanyak dzikir, perbanyak ibadah, perbanyak doa dan munajat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa ketika terakhir nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api, kalimat terakhir yang diucapkan oleh nabiyullah Ibrahim AS adalah :

حَسْبِيَ اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ

" Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."

Ayat ini diwariskan kepada kita dengan firman yang selalu kita baca setiap di awal maulid :

فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

( التوبة : 129 )

“Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung” ( QS. At Taubah : 129 )

Dan sebagaiamana riwayat Al Imam Abu Daud Radhiyallahu ‘anhu :

مَنْ قَالَ إِذَا أَصْبَحَ وَإِذَا أَمْسَى حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَبْعَ مَرَّاتٍ كَفَاهُ اللَّهُ مَا أَهَمَّهُ صَادِقًا كَانَ بِهَا أَوْ كَاذِبًا

“Barangsiapa dipagi hari atau sore membaca “Hasbiyallah Laa ilaaha illa huwa ‘alaihi tawakkaltu wa huwa rabbul ‘arsy al ‘azhiim” 7 kali, maka Allah akan melindunginya dari apa apa yg dirisaukannya, apakah ia membacanya dengan kesungguhan atau tidak dengan kesungguhan” (HR Abu Dawud)

Dan terlebih lagi Jika kita hadirkan makna kalimat itu disaat kita membacanya. Wahai Allah rangkullah kami dalam kasih sayangmu dan jadikanlah kami hanya selalu berharap kepada-MU, sehingga kami tidak lagi meminta dan mengharap kepada selain-Mu…

َقُوْلُوْا جَمِيْعًا

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Rencana acara maulid akbar kita hari Selasa yang akan datang insyaallah menjadi maulid terbesar di dunia. Tepat pada tanggal 12 Rabi’ul Awal 1432 H akan bersatu kaum muslimin muslimat dari berbagai penjuru di Jabodetabek, pulau Jawa, Sumatera , Sulawesi dan lainnya akan bersatu di Jantung Ibukota negara muslim terbesar yaitu di Monas Jakarta. Kita bersama-sama untuk mendapatkan rahmat dan kedamaian dari Allah untuk bangsa kita, kota kita dan negeri lainnya, amin. Dan malam Selasa yang akan datang majelis di masjid Al Munawwar insyaallah akan kedatangan Al Allamah Al Musnid Al Habib Salim As Syathiri namun pada hari Selasa majelis di Monas beliau tidak bisa hadir karena ada jadwal lain di hari itu dan beliau memilih untuk hadir di malam Selasa majelis di masjid Al Munawwar insyaallah. Selanjutnya pembacaan qasidah Yaa Arhamarrahimin, kemudian talqin dan doa penutup oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Baqir Al Atthas yatafaddhal masykuuraa.

Kisah pak Tarno bisa sukses

JAKARTA (Pos Kota) – Pesulap yang akrab dengan sebutan Master Tarno, baru berani blak-blakan menuturkan kisah sebelum meraih sukses seperti sekarang. Apa itu? “Saya pernah dua kali mimpi ketemu puluhan bidadari dan sekali melihat langsung saat sedang salat tahajjud,” katanya.

Ditemui saat hadir menghibur di acara ‘Belanja Bareng 300 Anak Yatim di Carafour’ bersama PT. Pos Indonesia di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Dia menuturkan kalau sekarang ini sudah dikontrak eksklusif pihak Trans TV dan Trans 7.

“Saya sangat bersyukur sekali karena dikasih sukses sama Gusti Allah (Tuhan YME – Red). Kehidupan jadi pesulap sudah jadi pilihan hidup saya sejak mulai menanjak remaja dulu,” kata pria kelahiran Brebes, Jawa Tengah, itu pada Pos Kota.

Kembali ke soal mimpi ketemu bidadari, kata Master Tarno, ternyata tak hanya berdampak meraih sukses saja. “Heran ya, saya sekarang kok, banyak didekati cewek-cewek cantik. Mereka setiap hari banyak yang telepon dan minta ketemu saya,” jelas duda dari dua anak tersebut.

Apa gak kepengen kawin lagi? “Ah, lebih enak mikirin pekerjaan saja. Biar dapat uang dan bisa bantu dua anak saya itu. Mereka kan sekarang ikut ibunya. Sedang saya sekarang tinggal sendiri. Tapi setiap hari pasti selalu sibuk manggung main sulap,” jawabnya

CARA TAUBAT

TAUBAT NASHUHA


Oleh
Syaikh Salim bin Id Al Hilali


Manusia tidak lepas dari kesalahan, besar maupun kecil, disadari maupun tanpa disengaja. Apalagi jika hawa nafsu mendominasi jiwanya. Ia akan menjadi bulan-bulanan berbuat kemaksiatan. Ketaatan, seolah tidak memiliki nilai berarti.

Meski manusia dirundung oleh kemaksiatan dan dosa menumpuk, bukan berarti tak ada lagi pintu untuk memperbaiki diri. Karena, betapapun menggunung perbuatan maksiat seorang hamba, namun pintu rahmat selalu terbuka. Manusia diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Yaitu dengan bertaubat dari perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkannya ke jurang neraka. Taubat yang dilakukan haruslah total, yang dikenal dengan taubat nashuha. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّبُوْنَ. رَوَاهُ التِّرْمـِذِيُّ

Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat. [2]

لَوْ أَنَّ الْعِبَادَ لَمْ يُذْنِبُوْا لَخَلَقَ اللهُ الْخَلقَ يُذْنِبُوْنَ ثُمَّ يَغْفِرُ لَهُمْ رَواه الْحَاكِمُ

Seandainya hamba-hamba Allah tidak ada yang berbuat dosa, tentulah Allah akan menciptakan makhluk lain yang berbuat dosa kemudian mengampuni mereka.[3]

Dengan bertaubat, kita dapat membersihkan hati dari noda yang mengotorinya. Sebab dosa menodai hati, dan membersihkannya merupakan kewajiban. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya seorang mukmin bila berbuat dosa, maka akan (timbul) satu titik noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan (perbuatan tersebut) dan memohon ampunan (kepada Allah), maka hatinya kembali bersih. Tetapi bila menambah (perbuatan dosa), maka bertambahlah noda hitam tersebut sampai memenuhi hatinya. Maka itulah ar raan (penutup hati) yang telah disebutkan Allah dalam firmanNya “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. [Al Muthaffifin:14] [4]

Allah juga menganjurkan kita untuk segera bertaubat dan beristighfar, karena hal demikian jauh lebih baik daripada larut dalam dosa. Allah berfirman.

ۚ فَإِن يَتُوبُوا يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۖ وَإِن يَتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ عَذَابًا أَلِيمًا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَمَا لَهُمْ فِي الْأَرْضِ مِن وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. [At Taubah : 74]

Rasulullah sendiri telah memberikan contoh dalam bertaubat ini. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak bertaubat dan beristighfar, sampai-sampai para sahabat menghitungnya sebanyak lebih dari seratus kali dalam satu majlis, sebagaimana Nafi’ maula Ibnu Umar telah menyatakan :

كَانَ انْنُ عُمَرُيُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَقُومَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ رَوََاهُ التِّرْمِذِي

Ibnu Umar pernah menghitung (bacaan istighfar) Rasulullah n dalam suatu majlis sebelum bangkit darinya seratus kali, (yang berbunyi) : Ya Rabbku, ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha penerima taubat lagi Maha pengampun. [5]

PENGERTIAN TAUBAT NASHUHA
Yang dimaksud dengan taubat nashuha, adalah kembalinya seorang hamba kepada Allah dari dosa yang pernah dilakukannya, baik sengaja ataupun karena ketidaktahuannya, dengan jujur, ikhlas, kuat dan didukung dengan ketaatan-ketaatan yang mengangkat seorang hamba mencapai kedudukan para wali Allah yang muttaqin (bertakwa) dan (ketaatan) yang dapat menjadi pelindung dirinya dari setan.

HUKUM DAN ANJURAN TAUBAT NASHUHA
Hukum taubat nashuha adalah fardhu ‘ain (menjadi kewajiban setiap individu) atas setiap muslim. Dalilnya :

1. Firman Allah :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [An Nuur : 31].

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya. [At Tahriim : 8].

2. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللهِ فَإِنِّيْ أَتُوْبُ إِلَى اللهِ فِيْ الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّة.ٍ رَوَاهُ مُسْـلِمٌ

Wahai, kaum mukminin. Bertaubatlah kepada Allah, karena saya juga bertaubat kepada Allah sehari seratus kali.[6]

Umat Islam juga telah bersepakat tentang kewajiban bertaubat, sebagaimana dinyatakan Imam Al Qurthubi : “(Para ulama) umat telah ijma’ (bersepakat) bahwa hukum bertaubat adalah fardhu (wajib) atas seluruh mukminin” [7]. Ibnu Qudamah juga menyatakan demikian [8].

KELUASAN RAHMAT ALLAH DAN KEUTAMAAN TAUBAT NASHUHA
Manusia hendaklah jangan khawatir jika taubatnya tidak diterima, karena rahmat Allah sangat luas, sebagaimana do’a para malaikat yang dijelaskan dalan firmanNya :

رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ

Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala. [Al Mu’min:7].

SYARAT TAUBAT NASHUHA
Agar taubat nashuha bisa diterima Allah Subhanahu wa Ta'ala, ada beberapa syarat yang harus dipenuhinya :

1. Islam.
Taubat yang diterima hanyalah dari seorang muslim. Adapun orang kafir, maka taubatnya ialah dengan masuk memeluk Islam. Allah berfirman.

وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang ". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih. [An Nisaa’ : 18].

2. Ikhlash.
Taubat yang diterima secara syari’at, hanyalah yang didasari dengan keikhlasan. Taubat karena riya` atau tujuan duniawi, tidak dikatakan sebagai taubat syar’i. Allah berfirman.

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا

Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. [An Nisaa’ : 146].

3. Mengakui dosanya.
Taubat tidak sah, kecuali setelah mengetahui perbuatan dosa tersebut dan mengakui kesalahannya, serta berharap selamat dari akibat buruk perbuatan tersebut.

4. Penuh penyesalan.
Taubat hanya bisa diterima dengan menunjukkan penyesalannya yang mendalam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

النَّدَمُ تَوْبَةٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه

Penyesalan adalah taubat.[9]

5. Meninggalkan kemaksiatan dan mengembalikan hak-hak kepada pemiliknya.
Orang yang bertaubat wajib meninggalkan kemaksiatannya dan mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya, jika berupa harta atau yang sejenisnya. Kalau berupa tuduhan fitnah atau yang sejenisnya, maka dengan cara meminta maaf. Apabila berupa ghibah (menggunjing), maka dengan cara memohon dihalalkan (ditoleransi) selama permohonan tersebut tidak menimbulkan pengaruh buruk yang lain. Bila ternyata berimplikasi buruk, maka cukuplah dengan mendoakannya untuk meraih kebaikan.

6. Masa bertaubat sebelum nafas berada di kerongkongan (sakaratul maut) dan sebelum matahari terbit di arah barat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam sabda Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :

إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ. رَوَاهُ التِرْمِذِي

Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba sebelum nafasnya berada di kerongkongan [10].

الْهِجْرَةُ لاَ تَنْقَطِعُ حَتَّى تَنْقَطِعَ الْتَوْبَةُ وَلاَ تَنْقَطِعُ الْتَوْبَةُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا. رَوَاهُ أبو دَاوُد وَأَحْمَدُ

Hijrah tidak terputus sampai terhentinya (masa untuk) taubat, dan taubat tidak terputus sampai matahari terbit dari sebelah barat [11].

7. Istiqamah setelah bertaubat.
Allah berfirman.

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. [Huud : 112].

8. Mengadakan perbaikan setelah taubat.
Allah berfirman.

وَإِذَا جَاءَكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِنَا فَقُلْ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ ۖ كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ ۖ أَنَّهُ مَنْ عَمِلَ مِنكُمْ سُوءًا بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابَ مِن بَعْدِهِ وَأَصْلَحَ فَأَنَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah "Salaamun-alaikum. Rabb-mu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al An’am : 54].

YANG HARUS DIINGAT KETIKA BERTAUBAT
1. Meyakini bahwa Allah Maha mengetahui dan Maha melihat. Allah mengetahui segala yang tersembunyi dan yang disembunyikan di dalam hati. Meskipun kita tidak melihatnya, tetapi Dia pasti melihatnya.

2. Lihat keagungan Dzat yang Anda durhaai, dan jangan melihat kepada kecilnya obyek maksiat, sebagaimana firmanNya.

نَبِّئْ عِبَادِي أَنِّي أَنَا الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنَّ عَذَابِي هُوَ الْعَذَابُ الْأَلِيمُ

Kabarkan kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azabKu adalah azab yang sangat pedih. [Al Hijr : 49- 50].

3. Ingatlah, bahwa dosa itu semuanya jelek dan buruk, karena ia menjadi penghalang dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

4. Meninggalkan tempat-tempat kemaksiatan dan teman-teman yang berperangai buruk, yang biasa membantunya berbuat dosa, serta memutus hubungan dengan mereka selama mereka belum berubah menjadi baik.

HAL-HAL YANG MENGHALANGI TAUBAT
Di antara hal-hal yang menghalangi dosa ialah :
1. Bid’ah dalam agama. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ حَجَبَ اَلتَّوْبَةَ عَنْ صَاحِبِ كُلِّ بِدْعَةٍ

Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bid’ah. [Ash-Shahihah No. 1620]

2. Kecanduan minuman keras. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً فَإِنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ نَهَرِ الْخَبَالِ قِيلَ وَمَا نَهَرُ الْخَبَالِ قَالَ صَدِيدُ أَهْلِ النَّارِ رَوَاهُ أَحْمَد

Barangsiapa yang minum khamr (minuman keras), maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam. Jika ia bertaubat, maka Allah akan menerimanya. Namun, bila mengulangi lagi, maka pantaslah bila Allah memberinya minuman dari sungai Khibaal. Ada yang bertanya: “Apa itu sungai Khibaal?” Beliau menjawab,”Nanah penduduk neraka.[12]

Demikianlah secara ringkas risalah tentang taubat nashuha. Semoga dapat menjadi pengingat kita untuk senantiasa bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun IX/1426H/2005M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Risalah ini diringkas oleh Ustadz Kholid Syamhudi dari At Taubah An Nashuh, karya Syaikh Salim bin Id Al Hilali, Penerbit Al Maktabah Al Islamiyah Yordania dan Dar Ibnu Hazm Beirut, Cet. III, Th. 1413 H.
[2]. HR At Tirmidzi, no.2499 dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4391.
[3]. HR Al Hakim, hlm. 4/246 dan dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Shahihah, no. 967.
[4]. Hadits riwayat Ibnu Majah, no. 4244 dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ no. 1666.
[5]. HR At Tirmidzi, no. 3434 dan dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Shahihah, no.556.
[6]. HR Muslim (17/24) dengan Syarh Nawawi, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar.
[7]. Al Jaami’ Li Ahkam Al Qur`an (5/90).
[8]. Mukhtashar Minhaaj Al Qashidin, hlm. 322.
[9]. HR Ibnu Majah, no. 4252 dan Ahmad no. 3568 dan yang lainnya. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ Al Shaghir, no. 6678.
[10]. HR At Tirmidzi no. 3537 dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir no.1899.
[11]. HR Abu Dawud, no. 2479 dan Ahmad dalam Musnad (3/99) dan dishahihkan dalam Shahih Al Jami’, no. 7469.
[12]. HR Ahmad (2/189) dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ Ash Shaghir, no. 6188

SHOLAT TAHAJJUD

Pengertian Dan Hukum Shalat Tahajjud
Jumat, 22 Februari 2008 01:33:11 WIB

PENGERTIAN DAN HUKUM SHALAT TAHAJJUD


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas




Shalat Tahajjud (Qiyaamul Lail) adalah shalat sunnah yang dilakukan seseorang setelah ia bangun dari tidurnya di malam hari meskipun tidurnya hanya sebentar. Sangat ditekankan apabila shalat ini dilakukan pada sepertiga malam yang terakhir karena pada saat itulah waktu dikabulkannya do’a.

Hukum shalat Tahajjud adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan). Shalat sunnah ini telah tetap berdasarkan dalil dari Al-Qur-an, Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan ijma’ kaum Muslimin.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)." [Adz-Dzaariyaat: 17-18]

Allah Ta’ala berfirman.

"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Rabb-nya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." [As-Sajdah: 16-17]

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman.

"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabb-nya?..." [Az-Zumar: 9]

Dan Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman.

"Dan pada sebagian malam hari shalat Tahajjud-lah kamu...." [Al-Israa’: 79]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Shalat yang paling utama setelah shalat yang fardhu adalah shalat di waktu tengah malam.” [1]

Keistimewaan Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud memiliki sekian banyak keutamaan dan keistimewaan sehingga seorang penuntut ilmu sangat ditekankan untuk mengerjakannya. Di antara keistimewaannya adalah.

[1]. Shalat Tahajjud adalah sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Sebaik-baik puasa setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, Muharram, dan sebaik-baik shalat setelah shalat yang fardhu adalah shalat malam.” [2]

[2]. Shalat Tahajjud merupakan kemuliaan bagi seorang Mukmin.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Malaikat Jibril mendatangiku, lalu berkata, ‘Wahai Muhammad, hiduplah sekehendakmu karena kamu akan mati, cintailah seseorang sekehendakmu karena kamu akan berpisah dengannya, dan beramallah sekehendakmu karena kamu akan diberi balasan, dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang Mukmin itu ada pada shalat malamnya dan tidak merasa butuh terhadap manusia.” [3]

[3]. Kebiasaan orang yang shalih.
[4]. Pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.
[5]. Menjauhkan dosa.
[6]. Penghapus kesalahan.

Keempat keutamaan ini (poin 3-6) terangkum dalam sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

"Hendaklah kalian melakukan shalat malam karena ia adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, ia sebagai amal taqarrub bagi kalian kepada Allah, menjauhkan dosa, dan penghapus kesalahan.” [4]

[7]. Shalat malam adalah wasiat yang pertama kali Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada penduduk Madinah ketika beliau memasukinya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

"Wahai manusia! Sebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah silaturahmi, dan shalatlah di malam hari ketika orang lain sedang tidur, niscaya kalian akan masuk Surga dengan selamat.” [5]

[8]. Shalat malam sebagai sebab diangkatnya derajat seseorang. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ketika ditanya tentang tingkatan dalam derajat.

"Memberi makan, ucapan yang santun, dan shalat di malam hari ketika orang lain tidur.” [6]

[9]. Dapat menguatkan hafalan Al-Qur-an, membantu bangun untuk shalat Shubuh, mencontoh generasi terdahulu, dan lainnya.

Shalat Tahajjud Rasulullah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat Tahajjud, baik ketika beliau sedang mukim maupun sedang safar. ‘Aisyah radhiyaallahu ‘anha pernah berkata, “Apabila Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat (malam), beliau berdiri hingga telapak kakinya merekah.” Lalu ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Kenapa engkau melakukan semua ini. Padahal Allah Ta’ala telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?” Lalu beliau menjawab.

“Wahai ‘Aisyah, apakah tidak layak aku menjadi hamba yang banyak bersyukur.” [7]

Shalat Tahajjud Para Salafush Shalih
Diriwayatkan dari Abu Qatadah (wafat th. 54 H) radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu malam, tiba-tiba beliau bertemu dengan Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu yang sedang mengerjakan shalat dengan melirihkan suaranya.” Abu Qatadah berkata, “Kemudian beliau bertemu dengan ‘Umar yang sedang mengerjakan shalat dengan mengeraskan suaranya. “ Abu Qatadah berkata, “Tatkala keduanya berkumpul di sisi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata kepada keduanya, ‘Wahai Abu Bakar, aku telah melewatimu ketika engkau sedang shalat dan engkau melirihkan suaramu.’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku telah memperdengarkan kepada Rabb yang aku bermunajat kepada-Nya, wahai Rasulullah.’” Abu Qatadah berkata, “Kemudian beliau bertanya kepada ‘Umar, ‘Aku telah melewatimu, ketika itu engkau sedang mengerjakan shalat dengan mengeraskan suaramu.’” Abu Qatadah berkata, “Lalu ‘Umar menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku telah membangunkan orang-orang yang sedang tidur terlelap dan mengusir syaitan.’ Lalu Nabi bersabda, ‘Wahai Abu Bakar, keraskan suaramu sedikit.’ Dan berkata kepada ‘Umar, ‘Wahai ‘Umar, lirihkan suaramu sedikit."[8]

Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam (wafat th. 136 H) rahimahullaah bahwa ‘Umar radhiyallaahu ‘anhu melakukan shalat malam dalam waktu yang cukup lama hingga di akhir malam beliau membangunkan keluarganya untuk melakukan shalat. Beliau berkata, “Shalatlah kalian! Shalatlah kalian!” Kemudian beliau membaca ayat berikut

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.' [Thaahaa: 132]” [9]

Diriwayatkan dari Ibnu Sirin rahimahullaah, ia berkata, “Isteri ‘Utsman berkata ketika beliau terbunuh, ‘Sungguh kalian telah membunuhnya. Sesungguhnya ia itu (‘Utsman bin ‘Affan, wafat th. 35 H) selalu menghidupkan malamnya dengan Al-Qur-an (dalam shalat malam).’” [10]

Diriwayatkan bahwa Dhirar bin Dhamrah al-Kinani rahimahullaah menyifati ‘Ali bin ‘Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu ketika ia dipanggil oleh Amirul Mukminin Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallaahu ‘anhuma, ia mengatakan, “Beliau (‘Ali) tidak merasa gembira dengan dunia dan gemerlapnya dan beliau merasa gembira dengan malam dan kegelapannya. Aku bersaksi kepada Allah, sesungguhnya aku pernah melihatnya pada beberapa kesempatan ketika malam telah gelap dan bintang telah tenggelam, beliau telah berdiri miring di tempat shalatnya sambil meraba jenggotnya dan menangis seperti orang yang ditimpa kesedihan. Maka seakan-akan aku mendengarnya mengatakan, ‘Wahai Rabb, wahai Rabb,’ dengan penuh permohonan kepada-Nya.” [11]

Abu ‘Utsman an-Nahdi rahimahullaah mengatakan, “Aku pernah bertamu pada Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu selama tujuh hari. Ternyata dia, isterinya, dan pembantunya membagi malam menjadi tiga. Apabila yang satu telah shalat, lalu membangunkan yang lain.” [12]

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda mengenai diri ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma.

"Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah, seandainya ia mau shalat malam.” [13]

Sesudah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian, ia tidak banyak tidur di waktu malam. Sebagian besar malamnya ia pergunakan untuk shalat dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Terkadang ia melakukannya hingga menjelang sahur. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada isteri beliau, Hafshah, “Sesungguhnya saudaramu (Ibnu ‘Umar) seorang yang shalih.” [14]

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma mengatakan, “Aku pernah shalat (malam) di belakang Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di akhir malam, lalu beliau mengarahkan diriku sejajar dengannya. Tatkala selesai aku berkata, “Apakah pantas bagi seseorang jika ia melakukan shalat sejajar denganmu, padahal engkau adalah utusan Allah.’ Lalu beliau berdo’a kepada Allah agar Dia memberikan kepadaku tambahan pemahaman dan ilmu.” [15]

Mengenai firman Allah Ta’ala, “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” Al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, “Mereka hanya sebentar tidur di waktu malam.” Dan mengenai firman-Nya, “Dan di akhir malam mereka memohon ampun.” [Adz-Dzaariyaat: 17-18] Al-Hasan berkata, “Mereka memanjangkan shalat hingga waktu sahur, kemudian mereka berdo’a dan merendahkan diri.” [16]

‘Ali bin al-Husain bin Syaqiq rahimahullaah mengatakan, “Tidak pernah kulihat orang yang lebih pas bacaanya daripada Ibnul Mubarak. Tidak ada yang lebih baik bacaannya dan lebih banyak shalatnya daripada dia. Dia shalat disepanjang malam, baik dalam perjalanan (safar) maupun yang lainnya. Dia mentartilkan bacaan dan memanjangkannya, dia sengaja meninggalkan tidur agar orang lain tidak mengetahuinya saat ia shalat.” [17]

Yahya bin Ma’in rahimahullaah mengatakan, “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih utama daripada Waki’ bin al-Jarrah rahimahullaah, dia tekun melakukan shalat, menghafalkan banyak hadits, sering shalat malam, dan banyak berpuasa.” Puteranya, Ibrahim, berkata, “Ayahku shalat malam dan semua penghuni rumah, sampai pembantu kami, juga ikut shalat.” [18]

[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
__________
Foote Notes
[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1163 (203)), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam Muslim (no. 1163 (203)), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu.
[3] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh al-Hakim (IV/325), dishahihkannya dan disepakati adz-Dzahabi, sanadnya dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhiib wat Tarhiib (I/640). Beliau menisbatkan hadits ini kepada ath-Thabrani dalam al-Ausath, dan Imam al-Haitsami memberi isyarat tetapnya sanad ini dalam kitabnya Majma’uz Zawaa-id (II/253) dan menisbatkannya kepada ath-Thabrani dalam al-Ausath. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 831) dan beliau menyebutkan tiga jalan periwayatan: dari ‘Ali, Sahl, dan Jabir radhiyallaahu ‘anhum.
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi (no. 3549), al-Hakim (I/308), dan al-Baihaqi (II/502), lafazh ini milik al-Hakim, dari Shahabat Abu Umamah al-Bahili radhiyallaahu ‘anhu.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (V/451), at-Tirmidzi (no. 2485), Ibnu Majah (no. 1334, 3251), al-Hakim (III/13), ad-Darimi (I/340), dan selainnya, dari Shahabat ‘Abdullah bin Salam radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 569).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (V/243), at-Tirmidzi (no. 3235), dan al-Hakim (I/521), dari Shahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Shahiih Sunan at-Tirmidzi (III/99, no. 2582).
[7]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 4837) dan Muslim (no. 2820), lafazh ini milik Muslim
[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1329), at-Tirmidzi (no. 447), dan al-Hakim (I/310), lafazh ini milik Abu Dawud.
[9]. Muwaththa’ Imam Malik (I/117, no. 5), Tafsiir ath-Thabari (III/840, no. 24461), dan Tafsiir Ibni Katsir (III/189).
[10]. Kitab az-Zuhd (no. 671), karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah.
[11]. Hilyatul Auliyaa’ (I/126, no. 261).
[12]. Al-Ishaabah fii Tamyiizish Shahaabah (IV/209).
[13]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1122, 1157), Muslim (no. 2479), Ahmad (II/146), dan ad-Darimi (II/127).
[14]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2478) dan at-Tirmidzi (no. 3825).
[15]. Siyar A’laamin Nubalaa’ (III/338).
[16]. Kitab az-Zuhd (no. 1487), karya Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah.
[17]. Kitaab Jarh wat Ta’diil (I/266).
[18]. Shifatush Shafwah (II/723, no. 453).

Selasa, 06 September 2011

Kesehatan kaki

MENJAGA KESEHATAN KAKI
Kaki merupakan anggota tubuh yg sangat vital juga,mengingat fungsinya yg sangat vital dalam mendukung aktivitas keseharian kita,sudah sepatutnya kita menjaga kesehatn kaki kita.Agar tak mudah sakit dan lelah kita harus merawatnya,sehingga
aktivitas kita tdk terganggu.
Banyak hal yg dapat kita lakukan untuk menjaga kesehatan kaki kita,di antaranya kita bisa melakukan hal-hal berikut:

SEPATU
Gunakan sepatu yg nyaman untuk kita pakai dlm melakukan aktivitas kita.
bila hendak membeli sepatu pilih bahan yg cocok untuk kulit kita,belilah sepatu pada sore hari karena ukuran kaki kita cenderung berubah saat kita pakai beraktivitas.
Untuk wanita yg senang menggunakan sepatu hak tinggi,sebaiknya beri waktu kaki untuk istirahat sebentar.
Variasikan pula tinggi hak sepatu mulai dari yg rendah,sedang,dan tinggi,hal ini membantu kaki kita tidak terus jinjit setiap hari.

KEBERSIHAN
Jaga kebersihan kaki dgn selalu mengganti kaus kaki dgn yg baru.terlebih jika kaki sering berkeringat,setiap usai di gunakan,sepatu sebaiknya di angin-anginkan dahulu jgan langsung di simpan,pasalnya jamur dan bakteri yg ada di dalam tempat penyimpanan sepatu dpt menempel pada yg basah oleh keringat,hal inilah yg menyebabkan sepatu yg beraroma tak sedap dan saat dipakai ,baunya semakin bertambah
oleh sebab itu,usahakan agar tdk menggunakan sepatu yg sama dalam dua hari berturut-turut,tiap kali pulang beraktivitas cuci kaki dgn air hangat dan sabun hingga bersih,lalu keringkan sampai benar-benar kering,bersihkan juga sela-sela kaki kita yg dpt menimbulkan bau juga,
Jagalah kaki kita,karena kaki kita sangat berperan dalam segala aktivitas sehari-hari kita.

Senin, 05 September 2011

Kerasukan Jin dan Pengobatannya

KERASUKAN JIN DAN PENYEMBUHANNYA


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadaNya, serta menyari’atkan kepada mereka apa yang menjadi kebijaksanaanNya supaya membalas mereka terhadap apa yang telah mereka lakukan. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata yang tiada sekutu baginya. Dia memiliki kekuasaan dan pujian, serta Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, yang diutus kepada manusia dan jin untuk memberi kabar gembira dan peringatan. Semoga shalawat dan salam sebanyak-banyaknya terlimpah atasnya, keluarganya, para sahabatnya dan siapa yang mengikuti mereka dengan baik.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh” [Adz-Dzariyat : 56-58]

Jin adalah alam ghaib yang diciptakan dari api, dan mereka diciptakan sebelum penciptaan manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Dan sesungguhnya Kami telah meciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas” [Al-Hijr ; 26-27]

Mereka diberi tugas. Perintah dan larangan Allah ditujukan kepada mereka. Di antara mereka ada yang taat dan di antara mereka ada yang bermaksiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka.

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa taat, maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam” [Al-Jin : 14-15]

Dia berfirman.

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan diantara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda”[Jin : 11]

Yakni, golongan dan hawa nafsu yang bermacam-macam, sebagaimana yang berlaku pada manusia. Yang kafir di antara mereka akan masuk neraka menurut ijma’ sedangkan yang mukmin akan masuk surga sebagaimana manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabbnya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan” [Ar-Rahman : 46-47]

Kezaliman antara mereka dengan manusia diharamkan, sebagaimana kezhaliman di antara manusia, berdasarkan firman Allah dalam hadits qudsi

“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya aku telah mengharamkan kezhaliman atas diriKu dan Aku menjadikannya di antara kalian sebagai keharaman, maka janganlah saling menzhalimi” [1] [HR Muslim]

Meskipun demikian, mereka kadangkala berbuat zhalim kepada manusia. Demikian pula manusia kadangkala berbuat zahalim kepada mereka. Di antara kezhaliman manusia terhadap mereka ialah bersitinjak dengan tulang atau kotoran. Dalam Shahih Muslim dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu bahwa jin meminta perbekalan kapada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda.

“Untuk kalian ialah segala tulang yang disebutkan nama Allah atasnya yang jatuh di tangan kalian yang masih ada dagingnya, dan semua kotoran untuk makanan hewan ternak kalian”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Oleh karenanya, janganlah bersitinjak dengan keduanya. Sebab, keduanya adalah makanan saudara-saudara kalian” [2]

Di antara permusuhan jin terhadap manusia ialah mereka menguasai manusia dengan was-was yang mereka masukkan dalam hatinya. Karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan supaya berlindung dari hal itu seraya berfirman.

“Katakanlah, Aku berlindung kepada Rabb manusia, Raja manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari jin dan manusia” [An-Nas : 1-6]

Allah menyebutkan jin di awal, karena was-was mereka ini sangat besar, dan sampainya mereka kepada manusia itu sangat tersembunyi.

Jika kamu bertanya, “Bagaimana mereka sampai kepada dada manusia dan membisiki di dalamnya?”

Maka, dengarlah jawaban dari Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersabda kepada dua orang Anshar.

“Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia lewat aliran darah, dan aku khawatir ia akan melemparkan keburukan dalam hatimu atau mengatakan sesuatu” [3]

Dalam sebuah riwayat.

“Ia sampai pada manusia lewat aliran darah” [4]

Di antara kezhaliman jin kepada manusia ialah mereka menakut-nakuti mereka dan memasukkan rasa takut dalam hati mereka, terutama ketika manusia berlindung kepada mereka dan meminta perlindungan kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” [Al-Jin : 6]

Yakni, takut dan segan

Di antara kezhaliman jin terhadap manusia ialah jin menggulat manusia dan menghempaskannya serta membiarkannya terguncang hingga pingsan. Adakalanya jin menggiringnya kepada perkara yang membuat kebinasaannya seperti melemparkannya dalam lobang, air yang membuatnya tenggelam, atau api yang membakarnya. Allah menyerupakan pemakan riba, ketika mereka bangkit dari kubur mereka, dengan orang yang terkena penyakit gila karena kerasukan setan. Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila” [Al-Baqarah : 275]

Ibnu Jarir berkata, “Setanlah yang merasukinya lalu mebuatnya menjadi gila”. Ibnu Katsir berkata, “Tidak lain seperti orang yang terkena penyakit gila ketika gila dan setan merasukinya”. Al-Baghawi berkata, “Setan merasukinya, yakni membuatnya menjadi gila”. Artinya, orang yang makan riba akan dibangkitkan pada hari Kiamat seperti orang gila (karena kerasukan setan)”.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya, dari Ya’la bin Murrah Radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa anaknya yang kerasukan jin. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (kepada jin yang berada dalam tubuh anak itu).

‘Keluarlah, wahai musuh Allah. Aku adalah Rasulullah”

Lalu, kata perawi, anak itu sembuh, lantas ibunya menghadiahkan kepada Nabi dua ekor domba dan keju serta minyak samin. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil keju dan samin serta seekor domba, dan mengembalikan seekor domba lainnya kepadanya [5]. Sanadnya dapat dipercaya. Ia mempunyai beberapa jalan periwayatan, yang dinyatakan Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wan Nihayah”. Ini adalah jalan-jalan periwayatan yang baik dan banyak, yang memberikan praduga yang kuat atau kepastian bagi kalangan berilmu bahwa Ya’la bin Murrah menceritakan kisah ini pada umumnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah, salah seorang murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang cemerlang, berkata dalam kitabnya, Zad Al-Ma’ad, 4/66. “Gila itu ada dua macam, gila karena ruh jahat yang ada di bumi, dan gila karena stress. Yang kedua inilah yang dibicarakan oleh para dokter jiwa tentang sebabnya dan penyembuhannya. Adapun kegilaan karena roh jahat maka para tokoh kedokteran dan cendekiawan mengakuinya dan tidak menolaknya. Adapun para dokter yang bodoh dan peringkat bawah serta meyakini kezindikan sebagai keutamaan, maka mereka mengingkari penyakit gila karena roh jahat. Mereka tidak mengetahui bahwa roh tersebut dapat berpengaruh dalam tubuh orang yang terkena penyakit gila. Tiada yang menyertai mereka kecuali kebodohan. Jika tidak, maka tidak ada dalam aktifitas kedokteran yang menolak hal itu, dan kenyataannya membuktikannya. Barangsiapa mempunyai akal dan pengetahuan tentang ruh-ruh ini dan pengaruh-pengaruhnya, maka ia akan mentertawakan kebodohan mereka dan kelemahan akal mereka.

Wahai manusia, untuk terbebas dari penyakit gila jenis ini ada dua perkara : membentengi dan menyembuhkan.

Untuk membentengi ialah dengan membaca wirid-wirid yang disyariatkan dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dengan kekuatan jiwa dan tidak mengikuti was-was dan khayalan yang tiada hakikatnya. Sebab, mengikuti was-was dan praduga dapat menyebabkan praduga dan was-was ini semakin membesar hingga menjadi kenyataan.

Adapun penyembuhannya, yakni menyembuhkan penyakit gila karena ruh jahat, para tokoh kedokteran mengakui bahwa resep-resep kedokteran tidak berpengaruh padanya. Penyembuhannya ialah dengan doa-doa, bacaan Al-Qur’an dan nasehat. Syaihul Islam Ibnu Taimiyah biasanya mengobati dengan bacaan ayat Kursi dan Mu’awwidzatain, serta acapkali membaca di telinga orang yang terkena penyakit gila tersebut.

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dkembalikan kepada Kami” [Al-Mu’minun : 15]

Muridnya, Ibnul Qayyim mengatakan, “Beliau bercerita kepada kami bahwa beliau suatu kali membaca ayat ini di telinga orang yang terkena penyakit gila, lalu ruh jahat itu mengatakan, “Ya” seraya melengkingkan suaranya dengannya. Beliau mengatakan, ‘Lalu aku mengambil tongkat untuknya dan memukulnya dengannya pada urat lehernya hingga tanganku capek karena memukulnya’. Ketika itulah ia mengatakan, ‘Aku menyukainya’. Aku katakan, ‘Dia tidak menyukaimu’. Ia mengatakan, ‘Aku ingin berhaji dengannya.’ Aku katakan kepadanya.’ Ia tidak ingin berhaji bersamamu’. Ia mengatakan, ‘Aku meninggalkannya karena menghormatimu.’ Aku katakan, “Tidak, tetapi karena mentaati Allah dan Rasulnya.’ Ia mengatakan, ‘Kalau begitu aku keluar.’ Lalu orang yang terkena penyakit gila itu duduk sambil melihat ke kanan dan ke kiri seraya mengatakan, ‘Apa yang membawaku kepada Syaikh yang mulia ini”. Demikianlah pernyataan Ibnu Al-Qayyim rahimahullah dari Syaikhnya.

Ibnu Muflih, salah seorang murid Syaikhul Islam juga, mengatakan dalam kitabnya, Al-Furru’, ‘Syaikh kami apabila datang kepada orang yang terkena penyakit gila (lantaran ganguan jin), maka beliau menasihati jin yang membuatnya menjadi gila, memerintahkan dan melarangnya. Jika ia berhenti dan berpisah dengan orang dirasukinya, maka beliau meminta janjinya untuk tidak kembali lagi. Jika ia tidak patuh, tidak berhenti dan tidak terpisah, maka beliau memukulnya hingga meninggalkannya. Pukulan ini secara lahiriahnya pada orang yang terkena penyakit gila, tetapi pada hakikatnya memukul jin yang membuatnya gila”

Imam Ahmad mengutus seseorang kepada orang yang gila, lalu jin yang merasukinya itu meninggalkannya. Ketika Ahmad meninggal, jin tersebut kembali kepada orang tesebut.

Dengan ini jelaslah bahwa gangguan jin kepada manusia itu nyata berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta fakta. Ini diingkari oleh Mu’tazilah. Sekiranya bukan karena akibat yang ditimbulkan seputar masalah ini berupa kekacauan dan perdebatan yang menyebabkan Kitab Allah dijadikan sebagai argumen atas pengertian-pengertian imajinatif yang tiada hakikatnya, dan sekiranya pengingkaran ini tidak berkonsekuensi mendungukan para imam dan ulama kita dari Ahlus Sunnah, atau mendustakan mereka, niscaya saya katakan, “Seandainya bukan karena ini dan itu, maka saya tidak berbicara mengenai masalah ini. Karena masalah ini merupakan perkara-perkara yang telah diketahui secara inderawi dan bisa disaksikan. Apa yang sudah nyata dengan indera dan dapat disaksikan, tidak perlu kepada dalil. Karena perkara-perkara yang inderawi adalah bukti itu sendiri, dan mengingkarinya adalah kecongkakan. Oleh karena itu, janganlah menipu diri kalian sendiri dan jangan tergesa-gesa. Berlindunglah kepada Allah dari keburukan makhlukNya dari jin dan manusia. Memohon ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepadaNya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Menerima taubat lagi Maha penyayang.

[Fatawa Al-Aqidah, Ibnu Utsaimin, hal. 323-328]

[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
__________
Foote Note
[1]. HR Muslim, no. 2577, kitab Al-Birr wa Ash-Shilah
[2]. HR Muslim, no. 450, kitab Ash-Shalah
[3]. HR Al-Bukhari, no. 2038, kitab Al-I’tikaf, Muslim, no. 2175, kitab As-Salam
[4]. HR Al-Bukhari, no. 2035, kitab Al-I’tikaf, dan Muslim, no. 2175, kitab As-Salam
[5]. HR Ahmad dalam Al-Musnad, no. 17098-17113, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/617, 618 dan menilainya sebagai shahih, disetujui oleh Adz-Dzahabi dan dinilai baik oleh Al-Mundziri